Dalam kehidupan bernegara sudah pasti akan ada yang
namanya masalah-masalah termasuk dalam hal Pendidikan Kewarganegaraan baik
dalam pendidikan formal, informal ataupun non formal. Menurut Azis Wahab,
(2006) dalam Budimansyah Dasim, (2007:p.61) bahwa permasalahan yang paling
signifikan dalam Pendidikan Kewarganegaraan terutama yang menjadi landasan dan
teorinya dari waktu ke waktu dan dari masa ke masa adalah konsep-konsep
Pendidikan Kewarganegaraan yang telah dikenal secara teoritik dapat dikatakan
telah memadai, namun yang menjadi persoalannya adalah implikasinya dalam pengajaran
yang perlu dipertajam makna dan pemahamannya.
Warga negara yang akan dihasilkan melalui pendidikan
khususnya Pendidikan Kewarganegaraan, pada dasarnya adalah disesuaikan dengan
kepentingan “rezim” yang berkuasa, yang digambarkan sebagai pendidikan yang
menekankan pada “ nation and
character building” yang
menekankan pada nasionalisme, dan rezim berikutnya menekankan pada terbentuknya
“ Manusia Indonesia Seutuhnya” yang berorientasi pada pengisian kemerdekaan
dengan pembangunan yang lebih mengutamakan pendekatan keamanan pembangunan
ekonomi, serta perkembangan dan keunggulan teknologi dengan menomorduakan
pengembangan manusianya yang kelak akan melakukan dan memanfaatkan semua yang
dihasilkan dari pendekatan yang keliru tersebut.
Dalam era reformasi tekanan untuk melakukan
perubahan dan menetapkan kebebasan serta persamaan yang didasari oleh
penegakkan hukum dan aturan-aturan yang berlaku merupakan tuntutan masyarakat
guna mencapai masyarakat Indonesia yang madaniah melalui upaya menyiapkan warga
negara demokratis, cerdas dan religious. Terjadinya perubahan–perubahan yang
dalam istilah atau pengertian membentuk “warga negara yang baik” dalam berbagai
era itu menyiratkan inkonsistensi dalam konsep yang dimaksud dengan
mengarahkannya kepada terbentuknya warga negara yang baik dalam pengertian “democration
citizen”.
Perjalanan panjang sejarah Pendidikan
Kewarganegaraan dengan segala dampak dan implikasinya itu semakin mempertegas
perlunya pembaharuan konsep dan paradigma kewarganegaraan yang baru. Dalam
penerapan konsep-konsep Pendidikan Kewarganegaraan yang baru tersebut didasari
oleh adanya pengaruh dari dalam dan luar sistem politik sebuah negara seperti
halnya Indonesia akan berpengaruh terhadap penyiapan individu warganegara.
Oleh karena itu, dalam
masyarakat global yang terus menerus menggelorakan demokrasi maka pendidikan
kewarganegaraan di masa yang akan datang sebagaimana yang diungkapkan oleh Aziz
Wahab dan Sapriya (2011: p.4) hendaknya:
- Memiliki
landasan konsepsi secara ilmiah dengan menggunakan pendekatan holistis,
- Memiliki
sandaran filosofis yang kokoh,
- Terbebas
dari pengaruh kepentingan politik sesaat dari rezim yang berkuasa
- Memiliki
konsistensi antara tujuan idealnya dengan struktur program kulikulernya,
yang mengacu pada misi fungsi pembentukan keperibadian warga negara yang
mantap dan mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatn dan
kebangsaan,
- Seimbang
antara pegembangan nilai moral dengan pemahaman struktur, proses dan
institusi-institusi negara dengan segala kelengkapannya,
- Menerapkan
pendekatan pedagogis dan metodologis yang tidak bernuansa
dogmatis-indoktrinatif, tetapi menumbuhkembangkan budaya berfikir kritis,
sistematis, kreatif dan inovatif,
- Terintegrasi
dengan konteks disiplin keilmuan dan lingkungan sosial budayanya,
- Mempersiapkan
dan mengembangkan bahan-bahan yang diambil dari isu-isu global untuk
meningkatkan wawasan dan kesadaran warga negara sebagai warga dunia
(global).
Demokrasi merupakan sesuatu yang
sangat penting, karena nilai yang terkandung di dalamnya sangat diperlukan
sebagai acuan untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
Demokrasi di pandang penting karena merupakan alat yang dapat di gunakan untuk
mewujudkan kebaikan bersama atau masyarakat dan pemerintahannya yang baik
( good society and good goverment ).
Atas dasar pengalaman historis
yang empiris Indonesia yang sangat buruk dalam masalah demokrasi terutama pada
masa orde baru dan masa-masa sebelumnya. Hal ini dikarenakan pemerintah yang
otoriter sehingga hak dan kebebasan masyarakat terikat dan sangatterbatas.oleh karena itu sangat diperlukan sekali
peran warga negara dalam menumbuhkembangkan demokratisasi di Indonesia. Warga
negara diharapkan memahami masalah kontemporer yang akan timbul. Untuk
mengatasi masalah tersebut dalam masyarakat demokratis, peran warganya adalah
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat/pemerintahnya (social support), melakukan kontrol terhadap pemerintah
(social control), dan meminta pertanggung jawaban
pemerintah terhadap rakyat (social responsibility).
Dengan diadakannya amandemen UUD 1945 dari tahun 1999-2002 diharapkan
adanya perubahan besar dari warga negara dalam memandang demokrasi. Amandemen
yang hingga keempat kali itu intisarinya memang benar-benar berpaham
konstitusionalime penuh sehingga kekuasaan pemerintah memang tidak
sewenang-wenang, jaminan hak asasi manusia dan warga negara terwujud. Dengan
dijabarkannya pasal mengenai jaminan hak-hak warga negara. Ini membuka jalan
lebar untuk perkembangan demokrasi di Indonesia.
Nilai-nilai Demokrasi memang
sangat menghargai martabat manusia, namun pilihan apakah demokrasi liberal atau
demokrasi yang lain yang akan di terapkan hal ini tidak dapat lepas dari
konteks masyarakat yang bersangkutan.Nilai-nilai demokrasi
menurut Sigmund Neuman (Miriam Budiardjo, ed, 1980:156) adalah :
1.
Sebagai zoon politikon
2.
Setiap generasi dan masyarakat harus menemukan alannya sendiri
yang berguna untuk sampai kepada kekuasaan.
3.
Kebesaran domokrasi terletak dalam hal ia memberikan setiap hari
kepada manusia untuk mempergunakan kebebasannya serta dapat memenuhi kewajiban
sehingga menjadikan pribadi yang baik. (Cholisin,dkk. 2007:87)
Masyarakat politik adalah arena
masyarakat bernegara secara khusus mengatur dirinya dalam konstelasi politik
guna memperoleh kontrol atas kekuasaan pemerintahan dan aparat negara.Civil Society pada dasarnya merupakan upaya
memberdayakan masyarakat itu sendiri dalam memperoleh hak-haknya sebagai warga
negara dengan demikian, civil society (masyarakat
madani) sebagai pemberdayaan warga Negara akan dapat menolong demokratisasi
apabila mampu meningkatkan efektifitas masyarakat politik untuk
menguasai/mengontrol Negara.
Peranan warga Negara yang bersifat aktif, pasif, positif, dan
negatif, pada dasarnya merupakan manifestasi dari prinsip-prinsip dari
demokrasi politik, maupun demokrasi sekunder yang lain (demokrasi ekonomi,
demokrasi sosial). Pemahaman setiap warga Negara terhadap nilai-nilai demokrasi
dan perkembangannya, akan dapat memperkuat optimisme dan komitmennya terhadap
peranannya. Nilai-nilai demokrasi sangat menjunjung tinggi martabat
kemanusiaan, begitu pula prinsip-prinsip yang dianutnya seperti prinsip
kebebasan/kemerdekaan, persamaan dan toleransi menawarkan penataan kehidupan
masyarakat dan bernegara yang lebih baik dan manusiawi.
Civil society yang merupakan
pemberdayaan warga Negara (optimalisasi pengembangan peranan warga Negara) akan
menunjang demokratisasi (proses menjadi demokrasi), jika mampu meningkatkan
efektifitas masyarakat politik (political society)
sehingga mampu melakukan kontrol/menguasai Negara.
Dalam rangka mengoptimalkan perilaku budaya demokrasi maka
sebagai generasi penerus yang akan mempertahankan negara demokrasi, perlu
mendemonstrasikan bagaimana peran serta kita dalam pelaksanaan pesta demokrasi.
Prinsip-prinsip yang patut kita demonstrasikan dalam kehidupan berdemokrasi,
antara lain sebagai berikut : a. Membiasakan untuk berbuat sesuai dengan aturan
main atau hukum yang berlaku.b. Membiasakan bertindak secara demokratis bukan
otokrasi atau tirani.c. Membiasakan untuk menyelesaikan persoalan dengan
musyawarah.d. Membiasakan mengadakan perubahan secara damai tidak dengan
kekerasan atau anarkis.e. Membiasakan untuk memilih pemimpin melalui cara-cara
yang demokratis.f. Selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani luhur dalam
musyawarah. g. Selalu mempertanggungjawabkan hasil keputusan musyawarah baik
kepada Tuhan, masyarakat, bangsa, dan negara. h. Menggunakan kebebasan dengan
penuh tanggung jawab. i. Membiasakan memberikan kritik yang bersifat membangun.
Tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10) adalah
sebagai berikut:
a. Secara umum. Tujuan
PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu
: “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya.
Yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki
kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan”.
b. Secara khusus. Tujuan PKN
yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari
yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang
bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan
yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan
golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi
melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk
mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut
Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah :
Partisipasi yang penuh
nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat
kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional
Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan
penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta
keterampilan untuk berperan serta.
Partisipasi yang efektif dan
bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan
disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu
berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik
yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Tujuan umum pelajaran PKN ialah mendidik
warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan
“warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara,
beragama, demokratis, dan Pancasila sejati” (Somantri, 2001:279).
Djahiri (1995:10)
mengemukakan bahwa melalui Pendidikan Kewarganegaraan siswa diharapkan :
a. Memahami dan menguasai secara
nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan
hidup negara RI.
b. Melek konstitusi (UUD NRI
1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c. Menghayati dan meyakini
tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap
perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut
Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa, Tujuan negara mengembangkan
Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang
baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan
(civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun
spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility);
dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Setelah menelaah
pemahaman dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, maka dapat saya simpulkan
bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman konsep Kenegaraan
dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan sehari - hari. Adapun harapan
yang ingin dicapai setelah pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini, maka akan
didapatkan generasi yang menjaga keutuhan dan persatuan bangsa.
No comments:
Post a Comment