33. Sandaran Masa Depan
Ada seorang anak
yang bertanya pada ibunya, “Ibu, temanku tadi cerita kalau ibunya selalu
membiarkan tangannya sendiri digigit nyamuk sampai nyamuk itu kenyang supaya ia
tak menggigit temanku. Apa ibu juga akan berbuat yang sama?”
Sang ibu tertawa dan
menjawab terus terang, “Tidak. Tapi, Ibu akan mengejar setiap nyamuk sepanjang
malam supaya tidak sempat menggigit kamu atau keluarga kita.”
Mendengar jawaban
itu, si anak tersenyum dan kembali meneruskan kegiatan bermainnya. Tak berapa
lama kemudian, si anak kembali berpaling pada ibunya. Ternyata mendadak ia
teringat sesuatu. “Terus Bu, aku waktu itu pernah dengar cerita ada ibu yang
rela tidak makan supaya anak-anaknya bisa makan kenyang. Kalau ibu bagaimana?”
Anak itu mengajukan pertanyaan yang hampir sama.
Kali ini sang Ibu
menjawab dengan suara lebih tegas, “Ibu akan bekerja keras agar kita semua bisa
makan sampai kenyang. Jadi, kamu tidak harus sulit menelan karena melihat ibumu
menahan lapar.”
Si anak kembali
tersenyum, dan lalu memeluk ibunya dengan penuh sayang. “Makasih, Ibu. Aku bisa
selalu bersandar pada Ibu.”
Sembari
mengusap-usap rambut anaknya, sang Ibu membalas, “Tidak, Nak! Tapi Ibu akan
mendidikmu supaya bisa berdiri kokoh di atas kakimu sendiri, agar kamu nantinya
tidak sampai jatuh tersungkur ketika Ibu sudah tidak ada lagi di sisimu. Karena
tidak selamanya ibu bisa mendampingimu.”
Ada berapa banyak
orangtua di antara kita yang sering kali merasa rela berkorban diri demi sang
buah hati? Tidak sadarkah kita bahwa sikap seperti itu bisa menumpulkan mental
pemberani si anak?
Jadi, adalah bijak
bila semua orangtua tidak hanya menjadikan dirinya tempat bersandar bagi buah
hati mereka, melainkan juga membuat sandaran itu tidak lagi diperlukan di
kemudian hari. Adalah bijak jika para orangtua membentuk anak-anaknya sebagai
pribadi mandiri kelak di saat orangtua itu sendiri tidak bisa lagi mendampingi
anak-anaknya di dunia.
No comments:
Post a Comment