32. Kisah Seorang Ibu dan Anak
Ibuku hanya memiliki
satu mata. Aku membencinya, ia adalah sebuah hal yang memalukan. Ibuku
menjalankan sebuah toko kecil pada sebuah pasar.
Dia mengumpulkan
barang-barang bekas dan sejenisnya untuk dijual, apapun untuk mendapatkan uang
yang kami butuhkan. Ia adalah sebuah hal yang memalukan.
Pada suatu hari di
sekolah. Aku ingat saat itu hari ketika ibuku datang. Aku sangat malu. Mengapa
ia melakukan hal ini kepadaku? Aku melemparkan muka dengan rasa benci dan
berlari. Keesokan harinya di sekolah.. “Ibumu hanya memiliki satu mata?” dan mereka semua
mengejekku.
Aku berharap ibuku
hilang dari dunia ini maka aku berkata kepada ibu aku,”Ibu, kenapa
kamu tidak memiliki mata lainnya? Ibu hanya akan menjadi bahan tertawaan.
Kenapa Ibu tidak mati saja?” Ibu tidak menjawab. Aku merasa sedikit
buruk, tetapi pada waktu yang sama, rasanya sangat baik bahwa aku telah
mengatakan apa yang telah ingin aku katakan selama ini.
Mungkin itu karena
ibu tidak menghukum aku, tetapi aku tidak berpikir bahwa aku telah sangat
melukai perasaannya.
Malam itu, Aku
terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ibuku menangis
disana, dengan pelan, seakan ia takut bahwa ia akan membangunkanku. Aku
melihatnya, dan pergi. Karena perkataanku sebelumnya kepadanya, ada sesuatu
yang mencubit hati aku.
Meskipun begitu, Aku membenci ibuku yang menangis dari
satu matanya. Jadi, Aku mengatakan diri ku jikalau aku akan tumbuh dewasa dan
menjadi sukses, karena aku membenci ibu bermata-satu aku dan kemiskinan kami.
Lalu aku belajar
dengan keras. aku meninggalkan ibu dan ke Seoul untuk belajar, dan diterima di
Universitas Seoul dengan segala kepercayaan diri. Lalu, aku menikah. aku
membeli rumah milikku sendiri. Lalu aku memiliki anak-anak juga. Sekarang, aku
hidup bahagia sebagai seorang pria yang sukses. aku menyukainya disini karena
ini adalah tempat yang tidak meningatkan aku akan ibu.
Kebahagiaan ini
menjadi besar dan semakin besar, ketika seseorang tidak terduga menjumpai aku
“Apa?! Siapa ini?”… Ini adalah ibu aku.. tetap dengan satu matanya. Ini rasanya
seperti seluruh langit sedang jatuh ke diri aku. Anak perempuan aku lari kabur,
takut akan mata ibu aku.
Dan aku bertanya
kepadanya, “Siapa
Anda? aku tidak mengenalmu!!” sandiwara aku. aku berteriak
kepadanya “Mengapa
engkau berani datang ke rumah aku dan menakuti anak aku! Pergi dari sini
sekarang juga!”
Dan ibu dengan pelan
menjawab, “Oh,
maafkan aku. aku pasti salah alamat,” dan dia menghilang. Terima
kasih Tuhan.. Ia tidak mengenali aku. aku merasa cukup lega. aku mengatakan
kepada diri aku bahwa aku tidak akan peduli, atau berpikir tentang ini
sepanjang sisa hidup aku.
Lalu ada perasaan
lega datang kepada aku.. Suatu hari, sebuah surat mengenai reuni sekolah datang
ke rumah aku. aku berbohong kepada istri aku mengatakan bahwa aku akan pergi
perjalanan bisnis. Setelah reuni ini, aku pergi ke rumah lama aku.. karena rasa
penasaran saja, aku menemukan ibu aku terjatuh di tanah yang dingin. Tetapi aku
tidak meneteskan satu air mata sekalipun. Ia memiliki sepotong kertas di
tangannya.. dan itu adalah surat untuk diri aku.
=================================================
Anakku,
Aku pikir hidupku
sudah cukup lama saat ini. Dan.. aku tidak akan mengunjungi Seoul lagi.. tetapi
apakah itu terlau banyak jikalau aku ingin kamu untuk datang menunjungiku
sekali-kali nak? aku sangat merindukanmu. Dan aku sangat lega ketika mendengar
kamu akan datang dalam reuni ini.
Tetapi aku
memutuskan untuk tidak datang ke sekolah.. Untuk Kamu.. aku meminta maaf
jikalau aku hanya memiliki satu mata dan aku hanya membawa kemaluan bagi
dirimu.
Kamu tahu, ketika
kamu masih sangat kecil, kamu terkena sebuah kecelakaan, dan kehilangan satu
matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak tahan melihatmu harus tumbuh dengan
hanya satu mata.. maka aku memberikanmu mata aku.. aku sangat bangga kepada
anak aku yang melihat dunia yang baru untuk aku, menggantikan aku, dengan mata
itu.
Aku tidak pernah
marah kepadamu atas apapun yang kamu lakukan. Beberapa kali ketika kamu marah
kepada aku. aku berpikir sendiri,”Ini karena kamu mencintai aku.” Aku rindu waktu ketika
kamu masih sangat kecil dan berada di sekitarku.
Aku sangat
merindukanmu. Aku mencintaimu. Kamu adalah duniaku.